A.
Pengertian
Hukum Internasional
1. Pengertian
Hukum Internasional Menurut Para Ahli
a. J.G.
Starke
Mengutip
Charles Cheney Hyde, Starke dalam bukunya yang berjudul Introduction to International Law mendefinisikan hukum
internasional sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara
merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya, benar-benar ditaati secara
umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain dan yang meliputi juga:
-
kaidah-kaidah hukum yang
berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi
internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka
dengan negara-negara dan individu-individu; dan
-
kaidah-kaidah hukum
tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara
sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting
bagi masyarakat internasional (Starke, 2008) .
b. Boer
Mauna
Boer
Mauna mendefinisikan hukum internasional sebagai himpunan dari
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur
hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan
masyarakat internasional (Mauna, 2015) .
c. Sugeng
Istanto
Menurut
Sugeng Istanto, hukum internasional adalah kumpulan ketentuan hukum yang
berlakunya dipertahankan oleh masyarakat internasional. Sebagai ketentuan
hukum, hukum internasional merupakan bagian dari hukum. Sebagai bagian dari
hukum, hukum internasional memenuhi unsur-unsur yang menetapkan pengertian
hukum, yakni kumpulan ketentuan yang mengatur tingkah laku orang dalam
masyarakat yang berlakunya dipertahankan oleh external power masyarakat yang bersangkutan (Istanto, 1998) .
d. Fadillah
Agus
Hukum
internasional menurut Fadillah Agus adalah serangkaian ketentuan yang mengatur
tentang hubungan-hubungan antarnegara, antara negara dengan subjek hukum
internasional lainnyaatau antara subjek hukum internasional selain negara yang
satu dengan yang lainnya (Agus, 2007) .
e. Brierly
Definisi
hukum internasional menurut Brierly dalam bukunya The Law of Nations yaitu seperangkat aturan atau prinsip-prinsip
dalam bertindak yang mengikat negara-negara beradab dalam hubungan mereka satu
sama lain (Brierly, 1955) .
f. Lassa
Oppenheim
Lassa
Oppenheim mengartikan hukum internasional sebagai seperangkat peraturan umum
dan adat kebiasaan yang dianggap mengikat secara hukum oleh negara-negara
beradab dalam hubungan mereka satu sama lain (Oppenheim, 1955) .
g. Mochtar
Kusumaatmadja
Mochtar
Kusumaatmadja berpendapat bahwa definisi hukum internasional mengacu pada hukum
internasional publik, yang mana harus dibedakan dengan hukum perdata
internasional. Menurutnya hukum internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
(1)
Negara dengan negara;
(2)
Negara dengan subyek
hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain (Kusumaatmadja & Agoes, 2013) .
2. Istilah-istilah
Hukum Internasional
Istilah
yang seringkali digunakan dan dianggap paling cocok untuk menggambarkan hukum
internasional seperti yang disetujui oleh para ahli adalah International Law. Meskipun begitu d isamping Internasional Law, ada beberapa istilah lain yang juga sering
digunakan untuk menunjukkan hukum internasional, yaitu Inter-state Law, Law of Nations, dan World Law.
Istilah
Law of Nations atau hukum
bangsa-bangsa berasal dari istilah hukum Romawi ius gentium. Dalam arti yang semula ius gentium bukanlah berarti hukum yang berlaku antara
bangsa-bangsa saja, melainkan pula kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
antara hukum Romawi dengan orang bukan Romawi dan antara orang bukan Romawi
satu sama lain (Curzon, 1966) . Baru kemudian orang membedakan benar
antara: hubungan antara individu dengan menggunakan istilah ius inter gentes. Istilah terakhir ini
yang berarti hukum antar bangsa menandakan permulaan lahirnya hukum
internasional (publik) sebagai suatu lapangan hukum tersendiri. Sebenarnya,
istilah hukum antarbangsa sama dengan istilah hukum antarnegara atau Inter-state Law, karena berlainan dengan
kerajaan dan republik pada zaman dahulu negara modern pada hakikatnya merupakan
Negara kebangsaan atau nation-state (Kusumaatmadja & Agoes, 2013) .
Berdasarkan
hal tersebut, Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes mendiferensiasikan ketiga
istilah diatas sebagai berikut:
Law of Nations atau
hukum bangsa-bangsa mengacu kepada kebiasaan dan aturan (hukum) yang berlaku
dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu, ketika hubungan demikian baik
karena jarangnya maupun karena sifat hubungannya, belum dapat dikatakan
merupakan hubungan antara anggota suatu masyarakat bangsa-bangsa.
Istilah
hukum antarbangsa atau hukum antarnegara (Inter-state
Law) mengacu kepada kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antara
anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara-negara yang kita kenal sejak munculnya
negara dalam bentuknya yang modern sebagai negara nasional (nation-state). Sementara International Law menunjukkan hukum
internasional (publik) modern yang selain mengatur hubungan antara negara
dengan negara, mengatur pula hubungan antara negara dengan subjek hukum lainnya
yang bukan negara dan antara subjek hukum bukan negara satu sama lainnya. (Kusumaatmadja & Agoes, 2013) .
Istilah
terakhir adalah World Law (Hukum
Dunia). Hampir sama dengan International
Law, istilah ini menunjukkan konsep mengenai tertib hukum masyarakat dunia
yang berlainan pangkal tolaknya. Pengertian hukum internasional didasarkan atas
pikiran adanya suatu masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara
yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu
tidak di bawah kekuasaan yang lain. Dalam rangka pikiran ini tidak ada suatu
badan yang berdiri di atas negara-negara, baik dalam bentuk negara dunia (world state) maupun badan supranasional
yang lain. Dengan perkataan lain, hukum internasional merupakan suatu tertib
hukum koordinasi antara anggota-anggota masyarakat internasional yang
sederajat. Anggota masyarakat internasional tunduk pada hukum internasional
sebagai suatu tertib hukum yang mereka terima sebagai perangkat kaidah dan asas
yang mengikat dalam hubungan antarmereka. Sementara Hukum Dunia (World Law) berpangkal pada pikiran yang
banyak dipengaruhi oleh hukum tata negara (constitution
law). Hukum dunia merupakan semacam negara dunia yang meliputi semua negara
di dunia ini (semacam negara federasi) yang berdiri di atas negara-negara
nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum
subordinasi (Kusumaatmadja & Agoes, 2013) .
B.
Batasan
Hukum Internasional
1. Ruang
Lingkup Hukum Internasional
I
Wayan Pathiana dalam bukunya yang berjudul Pengantar
Hukum Internasional (1990) secara rinci menjabarkan ruang lingkup hukum
internasional, yaitu meliputi prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang:
a. Berkenaan
dengan negara atau negara-negara, seperti misalnya tentang kualifikasi suatu
negara sebagai pribadi internasional, terbentuk atau terjadinya suatu negara,
lenyapnya atau musnahnya suatu negara, hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara
dan lain sebagainya.
b. Prinsip-prinsip
dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan atau yang mengatur
persoalan-persoalan mengenai hubungan antara negara dengan negara, seperti
misalnya perjanjian tentang garis batas wilayah antara dua atau lebih negara,
penyelenggaraan hubungan diplomatik, konsuler dan perekonomian antara negara,
dan lain-lainnya.
c. Prinsip-prinsip
dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi organisasi
atau lembaga internasional. Sebagai contoh misalnya charter (piagam), covenant (kovenan),
statute (statuta), suatu organisasi
internasional, aturan prosedur (rules of
procedure) atau semacam dengan hukum acara yang berlaku di dalam suatu
organisasi internasional, misalnya: Rules
of Procedure of the Security Council of the United Nations, Rules of Procedure
of the General Assembly of the United Nations, dan lain-lain.
d. Prinsip-prinsip
dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur persoalan-persoalan mengenai
hubungan antara organisasi internasional dengan organisasi internasional,
seperti misalnya: perjajian antara Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dengan ASEAN
dalam bidang perdagangan dan lain-lain.
e. Prinsip-prinsip
dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur persoalan antara Negara dengan
organisasi internasional, seperti misalnya perjanjian antara Perserikatan
Bangsa-Bangsa dengan Amerika Serikat tentang tempat kedudukan kantor pusat PBB
di New York, perjanjian antara ASEAN dengan Indonesia mengenai tempat kedudukan
Sekretariat Jenderal ASEAN di Jakarta.
f. Prinsip-prinsip
dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan individu dan subyek hukum
bukan Negara, sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka itu menyangkut
masalah masyarakat internasional, seperti misalnya tentang hak-hak dan
kewajiban-kewajiban asasi manusia seperti yang telah dituangkan dalam berbagai
konvensi dan deklarasi internasional, prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan
hukum yang mengatur tentang status dan kedudukan pengungsi internasional ,
tentang peraturan hukum yang mengatur status dan kedudukan wilayah perwalian (trusteeship territories),
organisasi-organisasi pembebasan, kelompok pembebasan, dan lain-lain.
g. Prinsip-prinsip
dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur persoalan antara organisasi
internasional dengan individu, antara organisasi internasional dengan subyek
hukum bukan negara, antara negara dengan subyek hukum bukan negara maupun
antara subyek hukum bukan negara satu dengan lainnya[1] (Parthiana, 1990) .
2. Hukum
Internasional Publik dan Hukum Perdata Internasional
Dalam
memahami hukum internasional, sangat penting untuk membedakan antara hukum
internasional publik dan hukum perdata internasional. Menurut Mochtar
Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, hukum perdata internasional ialah keseluruhan
kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas
negara. Dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata
antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata
(nasional) yang berlainan. Sementara hukum internasional publik ialah keseluruhan
kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata (Kusumaatmadja & Agoes, 2013) .
Dari
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa baik hukum internasional publik
maupun hukum perdata internasional, keduanya sama-sama mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara, namun objek yang diaturnya berbeda.
C.
Perwujudan
Hukum Internasional
1. Hukum
Internasional Umum
Hukum internasional umum, universal,
atau global adalah hukum internasional yang berlaku secara umum, universal atau
global di seluruh dunia terhadap semua atau bagian terbesar subyek-subyek hukum
internasional pada umumnya, dan negara-negara pada khususnya. Kaidah-kaidah
hukum internasional semacam ini, bisa berbentuk hukum kebiasaan internasional,
misalnya kewajiban setiap negara menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan
kesamaan (derajat sesama negara; kewajiban setiap negara untuk menghormati
hak-hak asasi manusia, hak menentukan nasib sendiri dari bangsa-bangsa, hak
dan kedaulatan setiap negara atas sumber daya alam yang terdapat di dalam
wilayahnya; merupakan beberapa contoh saja dari kaidah-kaidah hukum
internasional global, universal atau umum, yang berbentuk perjanjian-perjanjian
internasional, misalnya, Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS
III/1982), Konvensi jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang, Universal Declaration of Human Rights 1948 (Deklarasi Universal Tentang
Hak-Hak Asasi Manusia), International Covenant on Civil and Political Rights 1966 (Kovenan Internasional Tentang
Hak Sipil dan Politik), International Covenant on Social, Cultural, and Economic Rights 1966 (Kovenan Internasional Tentang
Hak-Hak Sosial, Budaya dan Ekonomi), dan lain-lain (Noor, 2012) .
2. Hukum
Internasional Regional
Hukum internasional regional memiliki
ruang lingkup yang terbatas, yaitu kaidahnya hanya berlaku dan berkembang dalam
suatu wilayah dunia tertentu di antara negara-negara yang ada di wilayah
tersebut, yang bukan merupakan kaidah dengan karakter universal, seperti
misalnya apa yang lazim dinamakan hukum internasional Amerika atau hukum
internasional Amerika Latin. Kaidah-kaidah dalam hukum internasional regional
dapat diilistrasikan melalui kaidah khusus mengenai suaka diplomatic (diplomatic asylum). Sifat hakikat
kaidah-kaidah regional ini telah dibahas oleh International Court of Justice dalam Columbian Peruvian Asylum Case (1950) yang memutuskan sebagai
berikut:
a. Kaidah-kaidah
regional tidak perlu tunduk kepada kaidah hukum internasional umum tetapi
mungkin saja dalam pengertian “saling mengisi” atau “saling berkaitan”; dan
b. Suatu
pengadilan internasional harus, sepanjang menyangkut negara-negara dalam
wilayah khusus terkait, memberlakukan kaidah-kaidah regional tersebut sepanjang
benar-benar terbukti memenuhi syarat dari pengadilan (Starke, 2008) .
Adanya berbagai lembaga hukum
internasional regional disebabkan oleh keadaan yang khusus terdapat di bagian
dunia itu. Walaupun menyimpang, hukum internasional regional itu tidak usah
bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku umum. Bahkan, adakalanya
suatu lembaga atau konsep hukum yang mula-mula timbul dan tumbuh sebagai suatu
konsep atau lembaga hukum regional, kemudian diterima sebagai bagian dari hukum
internasional umum. Kita dapat melihat konsep landas kontinen (continental shelf) dan konsep
perlindungan kekayaan hayati laut (conservation
of the living resources of the sea) yang mula-mula timbul dan tumbuh di
Benua Amerika. Dengan demikian, hukum internasional regional dapat memberikan
sumbangan berharga kepada hukum internasional umum (Kusumaatmadja & Agoes, 2013) .
3. Hukum
Internasional Khusus (Spesial)
Hukum
internasional khusus berlaku hanya bagi negara-negara tertentu saja, misalnya
konvensi Eropa mengenai Hak-Hak Asasi Manusia. Berbeda dengan hukum
internasional regional yang biasanya tumbuh melalui proses hukum kebiasaan,
hukum internasional khusus diatur dalam konvensi multilateral yang para
pesertanya tidak terbatas pada satu negara bagian (region) tertentu (Kusumaatmadja & Agoes, 2013) .
4. Hukum
Komunitas
Hukum
komunitas merupakan perkembangan dari kaidah-kaidah umum (termasuk hukum yang
terbentuk berdasarkan keputusan hakim—judge-made
law—dalam European Court of Justice)
yang berlaku di dalam kerangka kerja hukum dan administrasi Masyarakat Eropa (European Communities) yang telah
berkembang sedemikian rupa sejak tahun 1957. Salah satu karakteristik hukum ini adalah penerapannya secara langsung, dalam
kasus-kasus tertentu dan berdasarkan syarat-syarat tertentu, dalam system hukum
nasional setiap anggota Masyarakat Eropa, untuk mana pengadilan-pengadilan
nasional juga bersedia memberlakukan hukum komunitas ini yang keutamaan atau
supremasinya harus diakui. Misalnya apabila kaidah atau norma komunitas
tersebut jelas dan tepat, serta tidak bersyarat, tidak perlunada tindakan
implementasi lebih lanjut. (Starke, 2008) .
References
Agus, F. (2007). Pengantar
Hukum Internasional dan Hukum Humaniter Internasional. Jakarta: ELSAM.
Brierly, J. (1955). The
Law of Nations: An Introduction to The International Law of Peace.
Oxford: Oxford University Press.
Curzon, L. B. (1966). Roman
Law. London.
Istanto, S. (1998). Hukum
Internasional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Kusumaatmadja, M.,
& Agoes, E. R. (2013). Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT.
Alumni.
Mauna, B. (2015). Hukum
Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global.
Bandung: PT. Alumni.
Noor, S. M. (2012, Juni
28). Bentuk atau Perwujudan dari Hukum Internasional. Diambil kembali
dari Negara Hukum: http://www.negarahukum.com/hukum/bentuk-atau-perwujudan-dari-hukum-internasional.html
Oppenheim, L. (1955). International
Law, A Treaties.
Parthiana, I. W.
(1990). Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Starke, J. G. (2008). Pengantar
Hukum Internasional 1. Jakarta: Sinar Grafika.
[1] Patut
ditegaskan disini bahwa, individu ataupun subyek hukum bukan negara barulah
bias dikatakan berkedudukan sebagai subyek hukum internasional apabila memang
hukum internasional secara langsung memberikan hak-hak dan membebani
kewajiban-kewajiban internasional kepadanya. Dengan demikian, dalam kedudukan
demikian itu, barulah bias dikatakan bahwa individu ataupun subyek hukum bukan
negara itu benar-benar sebagai subyek hukum internasional. Jadi,
hubungan-hubungan hukum yang diadakannya dengan sesama sebagai subyek hukum
internasional lain maupun dengan sesama individu dan subyek hukum bukan negara,
dapat digolongkan sebagai hubungan hukum internasional.