Selasa, 27 September 2016

Hukum Internasional


A.    Pengertian Hukum Internasional
1.      Pengertian Hukum Internasional Menurut Para Ahli
a.       J.G. Starke
Mengutip Charles Cheney Hyde, Starke dalam bukunya yang berjudul Introduction to International Law mendefinisikan hukum internasional sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya, benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain  dan yang meliputi juga:
-          kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu; dan
-          kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional (Starke, 2008).

b.      Boer Mauna
Boer Mauna mendefinisikan hukum internasional sebagai himpunan dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional (Mauna, 2015).

c.       Sugeng Istanto
Menurut Sugeng Istanto, hukum internasional adalah kumpulan ketentuan hukum yang berlakunya dipertahankan oleh masyarakat internasional. Sebagai ketentuan hukum, hukum internasional merupakan bagian dari hukum. Sebagai bagian dari hukum, hukum internasional memenuhi unsur-unsur yang menetapkan pengertian hukum, yakni kumpulan ketentuan yang mengatur tingkah laku orang dalam masyarakat yang berlakunya dipertahankan oleh external power masyarakat yang bersangkutan (Istanto, 1998).

d.      Fadillah Agus
Hukum internasional menurut Fadillah Agus adalah serangkaian ketentuan yang mengatur tentang hubungan-hubungan antarnegara, antara negara dengan subjek hukum internasional lainnyaatau antara subjek hukum internasional selain negara yang satu dengan yang lainnya (Agus, 2007).

e.       Brierly
Definisi hukum internasional menurut Brierly dalam bukunya The Law of Nations yaitu seperangkat aturan atau prinsip-prinsip dalam bertindak yang mengikat negara-negara beradab dalam hubungan mereka satu sama lain (Brierly, 1955).

f.       Lassa Oppenheim
Lassa Oppenheim mengartikan hukum internasional sebagai seperangkat peraturan umum dan adat kebiasaan yang dianggap mengikat secara hukum oleh negara-negara beradab dalam hubungan mereka satu sama lain (Oppenheim, 1955).

g.      Mochtar Kusumaatmadja
Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa definisi hukum internasional mengacu pada hukum internasional publik, yang mana harus dibedakan dengan hukum perdata internasional. Menurutnya hukum internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
(1)               Negara dengan negara;
(2)               Negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain (Kusumaatmadja & Agoes, 2013).

2.      Istilah-istilah Hukum Internasional
Istilah yang seringkali digunakan dan dianggap paling cocok untuk menggambarkan hukum internasional seperti yang disetujui oleh para ahli adalah International Law. Meskipun begitu d isamping Internasional Law, ada beberapa istilah lain yang juga sering digunakan untuk menunjukkan hukum internasional, yaitu Inter-state Law, Law of Nations, dan World Law.

Istilah Law of Nations atau hukum bangsa-bangsa berasal dari istilah hukum Romawi ius gentium. Dalam arti yang semula ius gentium bukanlah berarti hukum yang berlaku antara bangsa-bangsa saja, melainkan pula kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan antara hukum Romawi dengan orang bukan Romawi dan antara orang bukan Romawi satu sama lain (Curzon, 1966). Baru kemudian orang membedakan benar antara: hubungan antara individu dengan menggunakan istilah ius inter gentes. Istilah terakhir ini yang berarti hukum antar bangsa menandakan permulaan lahirnya hukum internasional (publik) sebagai suatu lapangan hukum tersendiri. Sebenarnya, istilah hukum antarbangsa sama dengan istilah hukum antarnegara atau Inter-state Law, karena berlainan dengan kerajaan dan republik pada zaman dahulu negara modern pada hakikatnya merupakan Negara kebangsaan atau nation-state (Kusumaatmadja & Agoes, 2013).

Berdasarkan hal tersebut, Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes mendiferensiasikan ketiga istilah diatas sebagai berikut:

Law of Nations atau hukum bangsa-bangsa mengacu kepada kebiasaan dan aturan (hukum) yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu, ketika hubungan demikian baik karena jarangnya maupun karena sifat hubungannya, belum dapat dikatakan merupakan hubungan antara anggota suatu masyarakat bangsa-bangsa.

Istilah hukum antarbangsa atau hukum antarnegara (Inter-state Law) mengacu kepada kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara-negara yang kita kenal sejak munculnya negara dalam bentuknya yang modern sebagai negara nasional (nation-state). Sementara International Law menunjukkan hukum internasional (publik) modern yang selain mengatur hubungan antara negara dengan negara, mengatur pula hubungan antara negara dengan subjek hukum lainnya yang bukan negara dan antara subjek hukum bukan negara satu sama lainnya. (Kusumaatmadja & Agoes, 2013).

Istilah terakhir adalah World Law (Hukum Dunia). Hampir sama dengan International Law, istilah ini menunjukkan konsep mengenai tertib hukum masyarakat dunia yang berlainan pangkal tolaknya. Pengertian hukum internasional didasarkan atas pikiran adanya suatu masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak di bawah kekuasaan yang lain. Dalam rangka pikiran ini tidak ada suatu badan yang berdiri di atas negara-negara, baik dalam bentuk negara dunia (world state) maupun badan supranasional yang lain. Dengan perkataan lain, hukum internasional merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota-anggota masyarakat internasional yang sederajat. Anggota masyarakat internasional tunduk pada hukum internasional sebagai suatu tertib hukum yang mereka terima sebagai perangkat kaidah dan asas yang mengikat dalam hubungan antarmereka. Sementara Hukum Dunia (World Law) berpangkal pada pikiran yang banyak dipengaruhi oleh hukum tata negara (constitution law). Hukum dunia merupakan semacam negara dunia yang meliputi semua negara di dunia ini (semacam negara federasi) yang berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi (Kusumaatmadja & Agoes, 2013).
  
B.     Batasan Hukum Internasional
1.      Ruang Lingkup Hukum Internasional
I Wayan Pathiana dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Internasional (1990) secara rinci menjabarkan ruang lingkup hukum internasional, yaitu meliputi prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang:
a.       Berkenaan dengan negara atau negara-negara, seperti misalnya tentang kualifikasi suatu negara sebagai pribadi internasional, terbentuk atau terjadinya suatu negara, lenyapnya atau musnahnya suatu negara, hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara dan lain sebagainya.
b.      Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan atau yang mengatur persoalan-persoalan mengenai hubungan antara negara dengan negara, seperti misalnya perjanjian tentang garis batas wilayah antara dua atau lebih negara, penyelenggaraan hubungan diplomatik, konsuler dan perekonomian antara negara, dan lain-lainnya.
c.       Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi organisasi atau lembaga internasional. Sebagai contoh misalnya charter (piagam), covenant (kovenan), statute (statuta), suatu organisasi internasional, aturan prosedur (rules of procedure) atau semacam dengan hukum acara yang berlaku di dalam suatu organisasi internasional, misalnya: Rules of Procedure of the Security Council of the United Nations, Rules of Procedure of the General Assembly of the United Nations, dan lain-lain.
d.      Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur persoalan-persoalan mengenai hubungan antara organisasi internasional dengan organisasi internasional, seperti misalnya: perjajian antara Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dengan ASEAN dalam bidang perdagangan dan lain-lain.
e.       Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur persoalan antara Negara dengan organisasi internasional, seperti misalnya perjanjian antara Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Amerika Serikat tentang tempat kedudukan kantor pusat PBB di New York, perjanjian antara ASEAN dengan Indonesia mengenai tempat kedudukan Sekretariat Jenderal ASEAN di Jakarta.
f.       Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan individu dan subyek hukum bukan Negara, sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka itu menyangkut masalah masyarakat internasional, seperti misalnya tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi manusia seperti yang telah dituangkan dalam berbagai konvensi dan deklarasi internasional, prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang status dan kedudukan pengungsi internasional , tentang peraturan hukum yang mengatur status dan kedudukan wilayah perwalian (trusteeship territories), organisasi-organisasi pembebasan, kelompok pembebasan, dan lain-lain.
g.      Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur persoalan antara organisasi internasional dengan individu, antara organisasi internasional dengan subyek hukum bukan negara, antara negara dengan subyek hukum bukan negara maupun antara subyek hukum bukan negara satu dengan lainnya[1] (Parthiana, 1990).

2.      Hukum Internasional Publik dan Hukum Perdata Internasional
Dalam memahami hukum internasional, sangat penting untuk membedakan antara hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Menurut Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, hukum perdata internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara. Dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sementara hukum internasional publik ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata (Kusumaatmadja & Agoes, 2013).

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa baik hukum internasional publik maupun hukum perdata internasional, keduanya sama-sama mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, namun objek yang diaturnya berbeda.

C.    Perwujudan Hukum Internasional
1.      Hukum Internasional Umum
Hukum internasional umum, universal, atau global adalah hukum internasional yang berlaku secara umum, universal atau global di seluruh dunia terhadap semua atau bagian terbesar subyek-subyek hukum internasional pada umumnya, dan negara-negara pada khususnya. Kaidah­-kaidah hukum internasional semacam ini, bisa berbentuk hukum kebiasaan internasional, misalnya kewajiban setiap negara menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan kesamaan (derajat sesama negara; kewajiban setiap negara untuk menghormati hak-hak asasi manusia, hak menentu­kan nasib sendiri dari bangsa-bangsa, hak dan kedaulatan setiap negara atas sumber daya alam yang terdapat di dalam wilayahnya; merupakan beberapa contoh saja dari kaidah­-kaidah hukum internasional global, universal atau umum, yang berbentuk perjanjian-perjanjian internasional, misalnya, Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS III/1982), Konvensi jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang, Universal Declaration of Human Rights 1948 (Deklarasi Universal Tentang Hak-Hak Asasi Manusia), International Covenant on Civil and Political Rights 1966 (Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik), International Covenant on Social, Cultural, and Economic Rights 1966 (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sosial, Budaya dan Ekonomi), dan lain-lain (Noor, 2012).

2.      Hukum Internasional Regional
Hukum internasional regional memiliki ruang lingkup yang terbatas, yaitu kaidahnya hanya berlaku dan berkembang dalam suatu wilayah dunia tertentu di antara negara-negara yang ada di wilayah tersebut, yang bukan merupakan kaidah dengan karakter universal, seperti misalnya apa yang lazim dinamakan hukum internasional Amerika atau hukum internasional Amerika Latin. Kaidah-kaidah dalam hukum internasional regional dapat diilistrasikan melalui kaidah khusus mengenai suaka diplomatic (diplomatic asylum). Sifat hakikat kaidah-kaidah regional ini telah dibahas oleh International Court of Justice dalam Columbian Peruvian Asylum Case (1950) yang memutuskan sebagai berikut:
a.       Kaidah-kaidah regional tidak perlu tunduk kepada kaidah hukum internasional umum tetapi mungkin saja dalam pengertian “saling mengisi” atau “saling berkaitan”; dan
b.      Suatu pengadilan internasional harus, sepanjang menyangkut negara-negara dalam wilayah khusus terkait, memberlakukan kaidah-kaidah regional tersebut sepanjang benar-benar terbukti memenuhi syarat dari pengadilan (Starke, 2008).

Adanya berbagai lembaga hukum internasional regional disebabkan oleh keadaan yang khusus terdapat di bagian dunia itu. Walaupun menyimpang, hukum internasional regional itu tidak usah bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku umum. Bahkan, adakalanya suatu lembaga atau konsep hukum yang mula-mula timbul dan tumbuh sebagai suatu konsep atau lembaga hukum regional, kemudian diterima sebagai bagian dari hukum internasional umum. Kita dapat melihat konsep landas kontinen (continental shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula timbul dan tumbuh di Benua Amerika. Dengan demikian, hukum internasional regional dapat memberikan sumbangan berharga kepada hukum internasional umum (Kusumaatmadja & Agoes, 2013).

3.      Hukum Internasional Khusus (Spesial)
Hukum internasional khusus berlaku hanya bagi negara-negara tertentu saja, misalnya konvensi Eropa mengenai Hak-Hak Asasi Manusia. Berbeda dengan hukum internasional regional yang biasanya tumbuh melalui proses hukum kebiasaan, hukum internasional khusus diatur dalam konvensi multilateral yang para pesertanya tidak terbatas pada satu negara bagian (region) tertentu (Kusumaatmadja & Agoes, 2013).

4.      Hukum Komunitas
Hukum komunitas merupakan perkembangan dari kaidah-kaidah umum (termasuk hukum yang terbentuk berdasarkan keputusan hakim—judge-made law—dalam European Court of Justice) yang berlaku di dalam kerangka kerja hukum dan administrasi Masyarakat Eropa (European Communities) yang telah berkembang sedemikian rupa sejak tahun 1957. Salah satu karakteristik hukum  ini adalah penerapannya secara langsung, dalam kasus-kasus tertentu dan berdasarkan syarat-syarat tertentu, dalam system hukum nasional setiap anggota Masyarakat Eropa, untuk mana pengadilan-pengadilan nasional juga bersedia memberlakukan hukum komunitas ini yang keutamaan atau supremasinya harus diakui. Misalnya apabila kaidah atau norma komunitas tersebut jelas dan tepat, serta tidak bersyarat, tidak perlunada tindakan implementasi lebih lanjut. (Starke, 2008).












References

Agus, F. (2007). Pengantar Hukum Internasional dan Hukum Humaniter Internasional. Jakarta: ELSAM.
Brierly, J. (1955). The Law of Nations: An Introduction to The International Law of Peace. Oxford: Oxford University Press.
Curzon, L. B. (1966). Roman Law. London.
Istanto, S. (1998). Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Kusumaatmadja, M., & Agoes, E. R. (2013). Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni.
Mauna, B. (2015). Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni.
Noor, S. M. (2012, Juni 28). Bentuk atau Perwujudan dari Hukum Internasional. Diambil kembali dari Negara Hukum: http://www.negarahukum.com/hukum/bentuk-atau-perwujudan-dari-hukum-internasional.html
Oppenheim, L. (1955). International Law, A Treaties.
Parthiana, I. W. (1990). Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Starke, J. G. (2008). Pengantar Hukum Internasional 1. Jakarta: Sinar Grafika.





[1] Patut ditegaskan disini bahwa, individu ataupun subyek hukum bukan negara barulah bias dikatakan berkedudukan sebagai subyek hukum internasional apabila memang hukum internasional secara langsung memberikan hak-hak dan membebani kewajiban-kewajiban internasional kepadanya. Dengan demikian, dalam kedudukan demikian itu, barulah bias dikatakan bahwa individu ataupun subyek hukum bukan negara itu benar-benar sebagai subyek hukum internasional. Jadi, hubungan-hubungan hukum yang diadakannya dengan sesama sebagai subyek hukum internasional lain maupun dengan sesama individu dan subyek hukum bukan negara, dapat digolongkan sebagai hubungan hukum internasional.  

Genealogi Teori Hubungan Internasional Menurut Steve Smith: 10 Self-Image

                    1.   Teori Internasional vs. Teori Politik Menurut Steve Smith, penjelasan yang paling baik mengenai teori internasio...