Dalam
memandang dinamika kekuasaan yang diterapkan pada sistem anarki, realisme
struktural dapat dibedakan menjadi dua kubu. Kubu yang pertama, dipelopori oleh
Kenneth Waltz, berpendapat bahwa Negara seharusnya memaksimalkan keamanan.
Menurut Waltz, kekuasaan adalah cara menuju berakhirnya keamanan. Dalam sebuah
paragraf yang signifikan, Waltz menulis, “karena kekuasaan merupakan alat
bermanfaat yang paling memungkinkan, negarawan yang rasional akan berusaha
untuk memiliki kekuasaan dalam jumlah yang tepat.” Ia menambahkan,
"dalam situasi penting, bagaimanapun, perhatian utama negara-negara bukan
terhadap kekuasaan, melainkan terhadap keamanan". Waltz berpendapat bahwa
maksimalisasi kekuasaan sering terbukti menjadi sub-optimal karena hal itu
memicu terjadinya koalisi yang tidak seimbang diantara negara-negara di dunia.
Pendapat ini yang kemudian dikenal dengan realisme defensive (defensive
realism) (Baylis, 2013: 105).
Argumen
yang berbeda diajukan oleh John Mearsheimer, melalui teorinya yang dikenal
dengan realisme
ofensif (offensive realism). Struktur sistem internasional memaksa
negara untuk memaksimalkan posisi kekuatan relatif mereka. Di bawah anarki, ia
setuju bahwa self-help adalah
prinsip dasar dari tindakan negara, namun Mearsheimer berpendapat bahwa
negara-negara tidak pernah bisa yakin tentang maksud dari negara-negara lain.
Akibatnya, ia menyimpulkan bahwa semua negara terus mencari peluang untuk
mendapatkan kekuasaan dengan mengorbankan negara-negara lain. Posisi yang ideal
memang, meskipun hal yang Mearsheimer usulkan itu hampir tidak mungkin untuk
diraih, yaitu untuk menjadi hegemon global sistem internasional. Namun karena
hegemoni global tidak mungkin, ia menyimpulkan bahwa dunia dikutuk untuk
menjadi tempat kompetisi kekuatan besar yang berlangsung secara terus-menerus
(Baylis, 2013: 106).
Referensi:
Baylis, John, Steve Smith, dan Patricia Owens. 2013. The Globalization of World Politics, Sixth
Edition. Oxford: Oxford University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar