Sabtu, 18 Juni 2016

Prinsip Dasar Realisme

Realisme merupakan salah satu perspektif dalam Teori Hubungan Internasional. Teori-teori realisme ini berasal dari tulisan-tulisan Thucydides, Thomas Hobbes, Niccolo Machiavelli, dan Hans J. Morgenthau yang kemudian berubah menjadi pendekatan dalam basis hubungan internasional selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II (Gooden, 2010). Pada masa awal kemunculan hubungan internasional sebagai disiplin akademik, teori realisme telah mendominasi teori-teori politik dunia.

Ide dan asumsi dasar kaum realis adalah : 1)pandangan pesimis atas sifat manusia; 2)keyakinan bahwa hubungan internasional pada dasarnya konfliktual dan bahwa konflik internasional pada akhirnya diselesaikan melalui perang; 3)menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara; 4)skeptisisme dasar bahwa terdapat kemajuan dalam politik internasional seperti yang terjadi dalam kehidupan politik domestik (Jackson dan Sorensen, 2014: hlm.112).

Asumsi-asumsi dasar realisme tersebut dapat digambarkan melalui analogi segitiga sederhana, dengan state yang berada di puncak segitiga, sedangkan survival dan self-help menjadi kedua sudut dibawahnya. Segitiga ini menunjukkan bahwa dalam pandangan realis, Negara (state) merupakan aktor utama hubungan internasional dan aktor lainnya dianggap tidak penting. Oleh karena Negara merupakan aktor tunggal, maka hubungan internasional berbicara mengenai bagaimana supaya Negara dapat bertahan dalam persaingan global, meskipun harus mengorbankan elemen-elemennya. Cara untuk bertahan tersebut yang dianggap paling ampuh menurut realis adalah melalui self-help atau menolong diri sendiri. Hal ini didasarkan pada anggapan pesimis realis bahwa sifat manusia pada dasarnya jahat dan senang berperang, sehingga suatu Negara tidak bisa dengan mudah mempercayai Negara lainnya.

Kaum realis yakin bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan, dan penggunaan kekuasaan merupakan fokus utama aktivitas politik. Mereka juga memiliki penilaian yang tinggi pada nilai-nilai keamanan nasional, kelangsungan hidup Negara, dan stabilitas serta ketertiban nasional. Kaum realis sangat menekankan pentingnya perimbangan kekuatan dan mereka berusaha menegakkan nilai-nilai perdamaian dan keamanan. (Jackson dan Sorensen, 2014: hlm. 168-169).

Referensi:
Gooden, R. E. (2010). The Oxford Handbook of International Relations. Oxford. Oxford: Oxford University Press. 

Sorensen, G., & Jackson, R. (2014). Pengantar Studi Hubungan Internasional, Edisi Pertama, Terjemahan oleh Dadan Suryadipura. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



Realisme Defensif vs. Realisme Ofensif

Dalam memandang dinamika kekuasaan yang diterapkan pada sistem anarki, realisme struktural dapat dibedakan menjadi dua kubu. Kubu yang pertama, dipelopori oleh Kenneth Waltz, berpendapat bahwa Negara seharusnya memaksimalkan keamanan. Menurut Waltz, kekuasaan adalah cara menuju berakhirnya keamanan. Dalam sebuah paragraf yang signifikan, Waltz menulis, “karena kekuasaan merupakan alat bermanfaat yang paling memungkinkan, negarawan yang rasional akan berusaha untuk memiliki kekuasaan dalam jumlah yang tepat.” Ia menambahkan, "dalam situasi penting, bagaimanapun, perhatian utama negara-negara bukan terhadap kekuasaan, melainkan terhadap keamanan". Waltz berpendapat bahwa maksimalisasi kekuasaan sering terbukti menjadi sub-optimal karena hal itu memicu terjadinya koalisi yang tidak seimbang diantara negara-negara di dunia. Pendapat ini yang kemudian dikenal dengan realisme defensive (defensive realism(Baylis, 2013: 105).
Argumen yang berbeda diajukan oleh John Mearsheimer, melalui teorinya yang dikenal dengan realisme ofensif (offensive realism). Struktur sistem internasional memaksa negara untuk memaksimalkan posisi kekuatan relatif mereka. Di bawah anarki, ia setuju bahwa self-help adalah prinsip dasar dari tindakan negara, namun Mearsheimer berpendapat bahwa negara-negara tidak pernah bisa yakin tentang maksud dari negara-negara lain. Akibatnya, ia menyimpulkan bahwa semua negara terus mencari peluang untuk mendapatkan kekuasaan dengan mengorbankan negara-negara lain. Posisi yang ideal memang, meskipun hal yang Mearsheimer usulkan itu hampir tidak mungkin untuk diraih, yaitu untuk menjadi hegemon global sistem internasional. Namun karena hegemoni global tidak mungkin, ia menyimpulkan bahwa dunia dikutuk untuk menjadi tempat kompetisi kekuatan besar yang berlangsung secara terus-menerus (Baylis, 2013: 106).

Referensi:
Baylis, John, Steve Smith, dan Patricia Owens. 2013. The Globalization of World Politics, Sixth Edition. Oxford: Oxford University Press.

Sejarah Singkat Jepang


Jepang (Nippon-koku/Nihon-koku), yang terkenal dengan julukan ‘negara matahari terbit’ merupakan suatu negara kepulauan yang terletak di sebelah barat Samudera Pasifik, dan berbatasan dengan Korea, Tiongkok, serta Rusia.  Dikatakan negara kepulauan karena negara ini terdiri dari 6.852 pulau dengan empat pulau besar yaitu Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu (www.jnto.go.jp). Dalam total area seluas 377, 962 m2, negara ini dihuni oleh 127,220,000 populasi manusia yang tersebar ke dalam 47 perfektur, dengan Tokyo sebagai ibu kota negara (www.japan.go.jp). Agama yang dipeluk oleh masyarakat Jepang adalah Budha, Shinto, Kristen, dan Islam.
Negara yang memiliki empat iklim ini pemerintahannya berbentuk monarki konstitusional, yang saat ini berada di tangan kaisar Akihito sebagai kepala negara dan perdana menteri Shinzo Abe sebagai kepala pemerintahan .Bendera nasional Jepang bernama Nisshoki/Hinomaru, lagu kebangsaan berjudul Kimi ga Yo, dan bahasa Jepang sebagai bahasa nasional.
Jepang memiliki sejarah peradaban yang panjang. Zaman prasejarah Jepang dimulai pada periode Jomon yang berlangsung sekitar 10.000 SM ketika penduduknya hidup dengan memancing, berburu dan meramu, sedangkan budidaya padi mulai diperkenalkan pada sekitar 300 SM-300 M yang dikenal dengan periode Yayoi. Periode selanjutnya yang berlangsung pada 300 M-538 M disebut periode Kofun, diambil dari nama makam yang dibangun untuk menghormati pemimpin yang sudah meninggal. Pada periode ini, untuk pertama kalinya wilayah Jepang dipersatukan. Terdapat setidaknya tiga peristiwa besar yang terjadi pada periode selanjutnya (538 M-710 M), yaitu awal kedatangan agama Budha di Jepang, pengundang-undangan Konstitusi pangeran Shotoku, serta pengenalan reformasi Taika yang menandai dimulainya era Fujiwara. Periode ini dikenal sebagai periode Asuka.
Era selanjutnya disebut periode Nara (710 M-784 M), yang ditandai dengan setidaknya dua peristiwa besar, yaitu penetapan Nara sebagai ibu kota permanen pertama Jepang pada tahun 710 M dan pemindahan ibu kota ke Nagaoka pada tahun 784 M. Pada tahun 794 M, ibu kota Jepang dipindahkan dari Nagaoka ke Heian (Kyoto sekarang), disusul dengan beberapa peristiwa politik yang krusial seperti munculnya keluarga Fujiwara sebagai pemegang tampuk pemerintahan yang berkuasa atas nama kaisar dan pergantian secara bertahap kebudayaan China—yang mendominasi pada periode Nara—dengan kebudayaan yang bergaya lebih dekat dengan kehidupan masyarakat serta lingkungan alami mereka, menandai suatu era baru, dikenal dengan periode Heian (794 M-1185 M).
Periode berikutnya merupakan awal dari 700 tahun kekuasaan Keshogunan di Jepang—dikenal sebagai samurai—yang ditandai dengan kemenangan klan Genji dibawah pimpinan Minamoto Yoritomo, atas klan Heike. Periode ini dikenal dengan periode Kamakura (1185-1333). Rezim Kamakura kemudian runtuh dan disusul dengan berdirinya pemerintahan feodal di Muromachi. Era ini juga dipengaruhi oleh kedatanagn Portugis yang memperkenalkan senjata api dan agama Kristen di Jepang (1542). Kebangkitan hingga keruntuhan pemerintahan ini dikenal dengan era Muromichi (1334-1573).
Periode selanjutnya adalah periode Azuchi Momoyama (1573-1603). Peristiwa terkenal dari periode ini: terbunuhnya Oda Nobunaga—tokoh terkenal dari periode Muromachi—oleh Toyotomi Hideyoshi, invasi Korea ke Jepang (yang mengalami kegagalan), dan kemunculan Tokugawa Ieyashu sebagai pemegang tampuk kekuasaan Jepang. Tokugawa Ieyasu, yang mengalahkan pengikut lain dari almarhum Toyotomi Hideyoshi pada Pertempuran Sekigahara dan dengan demikian menguasai Jepang, mendirikan Keshogunan Tokugawa di Edo (sekarang Tokyo). Tokugawa memerintah Jepang selama lebih dari 260 tahun, dan selama 200 tahun pemerintahan ini menetapkan suatu kebijakan ‘pengasingan’ yang mengisolasi Jepang dari dunia luar, termasuk dalam hal perdagangan. Era ini dikenal dengan periode Edo (1603-1867).
Era baru Jepang ditandai dengan Restorasi Meiji (1868), di mana otoritas politik dipulihkan dari shogun ke kekaisaran. Kebijakan pengasingan nasional dihentikan, dan budaya Barat mulai menyerap ke setiap aspek kehidupan Jepang. Pada tahun 1872, dibuat jalur kereta api pertama yang menghubungkan Tokyo dan Yokohama. Pada tahun 1889, Konstitusi Meiji ditetapkan menjadi undang-undang. Era baru ini disebut periode Meiji (1868-1912).
Beberapa periode selanjutnya adalah era modern Jepang. Periode pertama, yang dikenal dengan periode Taisho (1912-1926) ditandai dengan bergabungnya Jepang bersama aliansi Sekutu (1914-1918) dan terjadinya peristiwa “The Great Kanto Earthquake” yang menghancurkan Tokyo dan Yokohama pada 1923. Kemudian berlangsung periode Showa (1926-1989), yang marak dengan berbagai peristiwa krusial seperti Insiden Manchuria (1931), Perang Pasifik (1941), jatuhnya bom di Hiroshima dan Nagasaki (1945), penetapan konstitusi baru (1946), Jepang menjadi anggota PBB (1956), normalisasi hubungan dengan Tiongkok (1972), hingga krisis minyak (1973). Dan periode terakhir dalam sejarah Jepang yang berlangsung sejak tahun 1989 hingga saat ini dinamakan periode Heisei.
           
Sumber:

Facts About Japan. (2016). History of Japan. Diakses dari http://facts-about-japan.com/history.html pada Sabtu, 23 April 2016.
Japan National Tourism Organization. A Brief History. Diakses dari http://www.jnto.go.jp/eng/arrange/essential/overview/history.html pada Sabtu, 23 April 2016.
Japan National Tourism Organization. Japan Overview. Diakses dari http://www.jnto.go.jp/eng/arrange/essential/overview/ pada Sabtu, 23 April 2016.
Japan-guide.com. (2011). History Overview. Diakses dari http://www.japan-guide.com/e/e2126.html pada Sabtu, 23 April 2016.
The Government of Japan. General Information. Diakses dari http://www.japan.go.jp/japan/facts/index.html#1 pada Sabtu, 23 April 2016.
Web-japan.org. History of Japan. Diakses dari http://web-japan.org/museum/historyofjp/histjp.html pada Sabtu, 23 April 2016.

Genealogi Teori Hubungan Internasional Menurut Steve Smith: 10 Self-Image

                    1.   Teori Internasional vs. Teori Politik Menurut Steve Smith, penjelasan yang paling baik mengenai teori internasio...